Senin, 23 Agustus 2010

Inflasi Naik, BI Diimbau Naikkan BI Rate Segera

Bank Indonesia (BI) diimbau segera menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) pada saat ini juga. Pasalnya saat ini inflasi juga tengah naik. Kalau BI tetap membiarkan atau memperlambat kenaikan suku bunga ini maka dikhawatirkan akan terjadi buble ekonomi seperti yang terjadi pada 1990-1996 dimana pada tahun-tahun itu pertumbuhan ekonomi memang  tinggi yaitu 8-9 persen, tapi sayangnya inflasi juga tinggi, balance of trade dan current account menjadi defisit, utang luar negeri meningkat dan pertumbuhan kredit yang tidak prudent dan terjadi pelanggaran BMPK.

"BI harus a head of the curve (segera menaikkan suku bunga) jangan behind athe curve (terlambat meanikkan suku bunga). Saya khawatir bila BI behind the curve maka bisa terjadi seperti tahun 1990-1996 terjadi bubble ekonomi," ujar Ekonom BMRI Mirza Adityaswara, saat buka puasa bersama Bank Mandiri, di Jakarta, Senin (23/8/2010).

Selanjutnya, Indonesia juga masih memiliki risiko terkena capital inflow yang masih akan tinggi pada 2010-2011. Hal ini dikarenakan investment grade pada 2011 dan suku bunga rendah serta pemulihan angka pengangguran di AS dan Eropa.

"Justru dalam kondisi yang enak itu. kita harus waspada Karena dipuji-puji World Bank dan IMF kita jadi terlena, sehingga kita tidak bertindak prudent lagi," ujarnya.

Menurutnya, dari target BI rate 6,5 persen, sebetulnya bisa naik menjadi tujuh persen.

"BI rate naik total 50 bps itu masih rendah. Yang harus dijaga itu SUN agar benar-benar prudent. Sehingga mereka melihat obligasi yang dipegang masih aman," imbuhnya.

Bila 2011 inflasi masih tetap tinggi, maka menurutnya, suku bunga mesti dinaikkan lagi. Tetapi masalahnya, menurutnya, secara politis BI masih terlihat ragu-ragu untuk menaikkan suku bunga.

"Secara politis, saya melihat BI ragu-ragu untuk memutuskan. Ini memang tidak mudah terutama karena keputusan politik. Tapi itulah peran bank sentral yang harus independen," tukasnya.

Lebih lanjut dia pun mengambil contoh, sebagaimana yang dilakukan pemerintah China (a head of the curve), dimana China itu pertumbuhan ekonominya bisa mencapai 12 persen. Namun itu tidak dilakukannya, China justru memperlambat pertumbuhan ekonominya dari 12 persen menjadi 10 persen.

"China memperlambat laju pertumbuhan ekonominya supaya tidak terjadi buble ekonomi. Seperti melalui ditekannya pertumbuhannya, dikuranginya regulasi properti agar tidak terlalu agreasif," ungkapnya.

Menurutnya, suatu pertumbuhan ekonomi tiap negara mempunyai kapasitas masing-masing. Kapasitas prundent masing-masing negara itu berbeda-beda. Di Indonesia, karena infrastrukturnya masih kurang maka pertumbuhan ekonominya masih sekira enam persen. Namun demikian, inflasinya juga langsung tinggi karena ketidaksiapan infrastruktur negeri ini.

"Di sinilah monetary authority bertindak. Disiplin monetary policy itu harus dijaga," tukasnya.

0 komentar:

Posting Komentar