Walau ada keyakinan bahwa terganggunya efektivitas jalannya pemerintahan lebih disebabkan oleh banyaknya jumlah partai politik yang memiliki kursi perwakilan di DPR ketimbang banyaknya jumlah parpol yang mengikuti pemilihan umum, langkah penyederhanaan jumlah parpol dipercaya tetap harus dilakukan.
Akan tetapi ketimbang mengatur dan membatasinya dengan jalan menetapkan nilai ambang batas elektoral (electoral treshold) karena dipercaya malah membatasi orang mendirikan parpol dan berujung pada pelanggaran konstitusi, pembatasan akan lebih baik dilakukan melalui penetapan nilai ambang batas parlemen (parliamentary treshold).
Selain itu, penetapan nilai ambang batas parlemen yang berujung pada penyederhanaan parpol tadi juga dipercaya akan berdampak positif, memperjelas jenis kelamin parpol-parpol yang ada.
Hal itu disampaikan Burhanuddin Muhtadi dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Senin (26/7/2010). "Kalau kita asumsikan parliamentary treshold besarannya lima persen, bisa diasumsikan bahwa jumlah parpol yang bertahan, mengacu pada hasil pemilu 2009, sekitar tujuh parpol," ujar Burhanuddin.
Menanggapi wacana konfederasi sebagai salah satu pilihan upaya menyederhanakan jumlah parpol, dia menganggap hal itu masih akan menemui banyak kendala, terutama konstitusional dan yuridis perundang-undangan.
Menurut Burhanuddin, konstitusi Indonesia tidak mengenal adanya gabungan parpol atau konfederasi selain dalam proses pemilihan presiden. Hal ini ditambah lagi dengan hambatan politis bahwa kebanyakan pengusung ide konfederasi lebih berasal dari parpol menengah dan kecil.
"Sekarang tinggal antarparpol tadi, baik yang mengusung kebijakan peningkatan parliamentary treshold, maupun penggabungan parpol lewat konfederasi, sama-sama cari jalan tengah dan berkompromi," ujar Burhanuddin.
Kalaupun ada anggapan atau tuduhan bahwa kebijakan peningkatan parliamentary treshold akan mengebiri prinsip representasi, Burhanuddin mengakui bahwa yang terkebiri adalah representasi para elite parpol ketimbang konstituen.
"Saya meyakini, konstituen jauh lebih fleksibel dalam menentukan pilihan parpol mereka saat pemilu. Mereka akan melihat 'jenis kelamin' parpol dan memilih parpol lain yang dianggap punya ideologi berdekatan dengan parpol pilihannya sebelumnya," tambah Burhanuddin.
Ia juga mengaku sangat yakin, kebijakan nilai ambang batas parlemen tadilah yang justru akan memperjelas "jenis kelamin" parpol yang ada, yang menurutnya dapat diklasifikasikan ke dalam lima jenis kelamin ideologi besar.
Mereka antara lain parpol berideologi Islam tradisionalis, Islam modern, nasionalis kiri dan populis, nasionalis kanan, dan nasionalis tengah. Kalaupun ada yang lain, maka mereka lebih bersifat variasi saja.
Sementara itu, saat dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menyebutkan pentingnya upaya penyederhanaan parpol tanpa memicu perasaan terlikuidasi, terutama dari parpol-parpol kecil.
Ia yakin, langkah meningkatkan nilai ambang batas parlemen bakal memicu penolakan. Parpol kecil menolak karena mereka akan merasa diperlakukan tidak adil. Langkah menaikkan parliamentary treshold dianggap sebagai upaya membonsai parpol yang baru tumbuh dan melindungi parpol besar yang ada.
"Langkah konfederasi juga bisa menyelamatkan perolehan suara parpol kecil yang jumlahnya kadang lebih besar daripada yang didapat parpol besar," ujar Ray.
Sumber : kompas
Senin, 26 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar